Selasa, 01 April 2014

Menuju Visit Bireuen 2018 : Mau Lihat Apa Kita Jika ke Bireuen?

Sekitar bulan September 2013 yang lalu, kira – kira menjelang Acara PKA VI. Saya melihat baliho yang menarik di kawasan Simpang Lima, Banda Aceh, “Visit Bireuen 2018”. Kemudian saya bingung harus bahagia atau prihatin. Sebagai putri asli Bireuen, bagaimana saya tidak bahagia, Bireuen ternyata sudah sedemikian siapnya untuk menyambut tamu baik domestik maupun manca negara melalui agenda tersebut. Hal tersebut otomatis menjadikan Bireuen sebagai salah satu tujuan wisata dan melalui agenda tersebut pula, minimal masyarakat Bireuen ‘keciprat’ pendapatan tambahan melalui pemberdayaan ekonomi sektor pariwisata. Disisi lain, siapa yang tidak prihatin, siapkah Bireuen? Apakah dalam jangka waktu paling tidak 4 (empat) tahun Bireuen mampu menyiapkan ‘rumah’ yang akan di kunjungi oleh orang- orang dari penjuru daerah, bahkan dunia? Tentu kemudian timbul pertanyaan – pertanyaan lain yang secara tidak langsung meragukan potensi Bireuen, atau dalam hal ini Pemda Bireuen dalam langkahnya menyelenggarakan Visit Bireuen 2018. Pasca terpasangnya baliho tersebut dan kemudian iklan – iklan lainya yang juga mempromosikan “Visit Bireuen 2018”, semua pihak tentunya pasti kurang lebih akan berpikiran hal yang sama dengan saya. Siapa yang tak kenal Bireuen, Daerah yang resmi menjadi Kabupaten pada tahun 2000 sebagai hasil pemekaran dari Kabupaten Aceh Utara. Terletak di ‘segitiga emas’ jalur transportasi Aceh, Bireuen jelas menjadi Kabupaten yang notabene lebih berkembang dibanding Kabupaten lain yang padahal usia terbentuknya terbilang sama. Sekedar informasi, menurut teori Ilmu Ekonomi Perkotaan yang telah saya pelajari, Bireuen merupakan satu – satunya daerah di Aceh yang memenuhi standar menjadi Kota. Dengan demikian, Baik dari segi sosial maupun ekonomi, Bireuen setidaknya memiliki standar di atas rata – rata dibandingkan daerah lainnya di Aceh. Kembali lagi ke wacana “Visit Bireuen 2018”. Sebenarnya, seberapa menarik Kabupaten Bireuen menjadi daerah tujuan wisata? Apa yang akan kita lakukan jika berwisata ke Bireuen? Melalui tulisan ini, saya sedikit ingin memaparkan ‘Bireuen kurang – lebih’ dari kacamata pribadi saya. Biar bagaimanapun, saya lahir dan besar di Bireuen. Siapa yang tidak bahagia melihat daerah kelahirannya, kampung halamannya menjadi sorotan untuk hal – hal yang positif. Saya juga sudah pernah menjadi Duta Wisata Bireuen (engga ding, cuma Finalis -__-“ ) jadi saya akan memaparkan beberapa hal yang akan ‘memaksa’ siapapun untuk berkunjung ke Bireuen. Terlepas dari Visit ini Visit itu. Sejarah Bireuen Berbicara soal sejarah, mungkin hal ini yang paling – tidak enak untuk dibahas – menurut saya. Bukan karena tidak ingin menghargai kisah – kisah masa lalu, tapi berbeda sumber yang bercerita, maka berbeda pula sumber yang didapatkan. Mulai dari cerita Ayahnek Nyaknek dulu, cerita Ayah, cerita Pakwa Nyakwa, dan para Petua lainnya, tidak ada satupun sumber yang memiliki cerita yang sama. Saya sempat mencoba googling dan, taa – daa... sudah begitu banyak tulisan – tulisan yang kurang lebih sudah menceritakan asal muasal Bireuen. Namun yang paling menarik dari semua cerita adalah cerita mengenai asal muasal penyebutan Bireuen sebagai Kota Juang. Bireuen pernah menjadi ibukota RI yang ketiga selama seminggu, setelah Yogyakarta jatuh ke tangan penjajah dalam agresi Belanda. Meuligoe Bupati Bireuen yang sekarang ini pernah menjadi tempat pengasingan presiden Soekarno. Bahkan peran dan pengorbanan rakyat Aceh atau Bireuen khususnya, dalam mempertahankan kemerdekaan Republik ini, begitu besar jasanya. Perjalanan sejarah telah membuktikannya. Di zaman Revolusi 1945, kemiliteran Aceh pernah dipusatkan di Bireuen. Saat itu dibawah Divisi X Komandemen Sumatera Langkat dan Tanah Karo dibawah pimpinan Panglima Kolonel Hussein Joesoef yang berkedudukan di Meuligoe Bupati yang sekarang, pernah menjadi kantor Divisi X dan rumah kediaman Panglima Kolonel Hussein Joesoef. Waktu itu Bireuen dijadikan sebagai pusat perjuangan dalam menghadapi setiap serangan musuh. Karena itu pula sampai sekarang, Bireuen mendapat julukan sebagai Kota Juang. Presiden Soekarno juga pernah mengendalikan pemerintahan RI di rumah kediaman Kolonel Hussein Joesoef, yang bermarkas di Kantor Divisi X di Meuligo Bupati Bireuen yang sekarang. Bireuen pernah menjadi ibukota RI yang ketiga selama seminggu, setelah Yogyakarta jatuh ke tangan penjajah dalam agresi Belanda. Meuligoe Bupati Bireuen yang sekarang ini pernah menjadi tempat pengasingan presiden Soekarno. Bahkan peran dan pengorbanan rakyat Aceh atau Bireuen khususnya, dalam mempertahankan kemerdekaan Republik ini, begitu besar jasanya. Perjalanan sejarah telah membuktikannya. Di zaman Revolusi 1945, kemiliteran Aceh pernah dipusatkan di Bireuen. Saat itu dibawah Divisi X Komandemen Sumatera Langkat dan Tanah Karo dibawah pimpinan Panglima Kolonel Hussein Joesoef yang berkedudukan di Meuligoe Bupati yang sekarang, pernah menjadi kantor Divisi X dan rumah kediaman Panglima Kolonel Hussein Joesoef. Waktu itu Bireuen dijadikan sebagai pusat perjuangan dalam menghadapi setiap serangan musuh. Karena itu pula sampai sekarang, Bireuen mendapat julukan sebagai Kota Juang. Presiden Soekarno, juga pernah mengendalikan pemerintahan RI di rumah kediaman Kolonel Hussein Joesoef, yang bermarkas di Kantor Divisi X di Meuligo Bupati Bireuen yang sekarang. Bireuen menjadi ibukota RI ketiga, setelah jatuhnya Yogyakarta Ibukota RI yang kedua, kembali dikuasai Belanda. Kebetulan Presiden Soekarno juga berada di sana saat itu,menjadi kalang kabut. Akhirnya Soekarno memutuskan mengasingkan diri ke Bireuen pada Juni 1948, dengan pesawat udara khusus Dakota yang dipiloti Teuku Iskandar. Pesawat itu turun di lapangan Cot Gapu, yang saat ini menjadi lokasi Stadion Cot Gapu Bireuen. Meuligo Bireuen, yang saat ini masih berdiri kokoh ditengah – tengah Kota Bireuen, jelas dapat menjadi alternatif wisata sejarah. Melalui wisata sejarah tersebut, orang – orang yang berkunjung akan mendapatkan informasi kejayaan masa lalu. Istimewanya, Bireuen saat itu terpilih menjadi Ibu Kota Negara Indonesia, satu – satunya di daerah Aceh. Potensi Wisata Berbeda dengan daerah lain yang lebih spesifik mengembangkan tema wisata tertentu, Bireuen tentunya memiliki keanekaragaman potensi yang dapat di kembangkan secara beriringan. Seperti yang telah saya sebutkan, letak Bireuen yang sangat strategis dan sering disebut sebagai “Segitiga Emas Aceh” menjadikan Bireuen sebagai penghubung Kabupaten - kabupaten lain disekitarnya. Tentunya dengan kelebihan yang sedemikian rupa, tidak sulit bagi Bireuen untuk berkembang, dan tidak terlalu muluk – muluk jika “Visit Bireuen 2018” benar – benar terlaksana. Bireuen memiliki destinasi wisata yang sangat komplit dan beragam, berikut spesifikasinya: Wisata Sejarah dan Budaya • Tugu Batee Kureng Tugu Bate Kureng adalah salah satu tugu yang terletak di jantung Ibukota Bireuen tepatnya di depan Meuligoe Bupati. Diatasnya terdapat batu besar dan telah menjadi lambang kehidupan bagi masyarakat Kabupaten Bireuen. Tugu ini terpancar sebuah ketegaran, ibarat kata “tak lekang di bakar panas, tak lapuk di guyur hujan”. Awalnya letak Batu ini tepat di depan Meuligo Bupati, tetapi agar lebih indah, Batu ini kemudian di pindahkan ditengah – tengah kota. Masih berada di depan Meligo, hanya saja berada di luar pagar Meuligo itu sendiri. • Meuligoe Bupati Meuligoe Bupati merupakan tempat kediaman Bupati Bireuen, meuligoe ini merupakan salah satu bangunan peninggalan Belanda, seperti yang telah diceritakan pada sejarah Bireuen diatas, saat awal – awal masa kemerdekaan Presiden RI 1 ( Ir. Soekarno ) pernah menginap di meuligoe ini pada saat beliau berkunjung ke Aceh. Dan Meuligo ini pernah menjadi Pusat Pemerintahan saat Bireuen menjadi Ibu Kota Negara Indonesia. • Tugu Juang Tugu juang merupakan tugu perjuangan rakyat dimasa penjajahan Belanda. Tugu ini adalah kenangan sejarah Aceh. Tugu juang ini terletak di jantung kota Bireuen. Bersebelahan dengan Batee Kureng. • Tugu Perjuangan Batee Iliek. Objek wisata budaya ini terletak di desa Bate Iliek Kecamatan Samalanga dan merupakan land mark Kota Bireuen sebagai simbul Kota Juang. • Makam Pahlawan 44 Makam pahlawan ini terdapat di Desa Leku Kecamatan Pandrah. Untuk mencapai objek wisata ziarah ini dapat ditempuh lewat jalan darat dengan jarak 25 Km dari ibukota kabupaten. • Makam Tgk. Cot Di Lereueng Makam ini terletak di Desa Cot Tufah Kecamatan gandapura, bila ingin melakukan ziarah ke makam ini dapat ditempuh lewat jalan darat dengan jarak sekitar 20 Km. • MakamTgk. Banta Ahmad Makam ini terdapat di Desa Samuti Krueng Kecamatan Gandapura. Untuk mencapai objek wisata ziarah ini dapat ditempuh lewat jalan darat dengan jarak 20 Km dari ibukota kabupaten. • Makam Bantara Blang Mee Makam ini terletak di Desa Babah Jurong Cot Kecamatan Kuta Blang. Untuk mencapai objek wisata ziarah ini dapat ditempuh lewat jalan darat dengan jarak tempuh sekitar 18 Km dari ibukota kabupaten. • Makam Raja Baroa Objek wisata ziarah ini terdapat di Desa Gampong Raya Tambo Kecamatan Peusangan. Makam ini dapat ditempuh lewat jalan darat dengan jarak 13 Km dari ibukota kabupaten. • Makam Tgk. Di Batee Beutong Makam ini terdapat di Desa Krueng Juli Barat Kecamatan Kuala. Untuk mencapai objek wisata ziarah ini dapat ditempuh lewat jalan darat dengan jarak 3 Km dari ibukota kabupaten • Makam Tgk. Meurah Bireuen Objek wisata ziarah ini terdapat di Desa Geudong Kecamatan Kota Juang. Untuk melakukanziarah ke makam ini dapat ditempuh dengan jarak 1 Km dari Kota Bireuen. • Makam Jeurat Manyang Makam ini terdapat di Desa Blang Kubu Kecamatan Peudada. Untuk melakukan ziarah ke makam ini dapat ditempuh lewat jalan darat dengan jarak 5 Km dari ibukota kabupaten. • Makam Tgk. Marhum Objek wisata ziarah ini terdapat di Desa Garot Kecamatan Peudada. Untuk melakukan ziarah ke makam ini dapat ditempuh lewat jalan darat dengan jarak 6 Km dari ibukota kabupaten. • Rumah Adat dan Makam Tgk Awe Geutah Rumoh Tgk. Di Awe Geutah adalah peninggalan ulama kharismatik Tgk. Chik Abdurrahim di Gampong Awe Geutah Kecamatan Peusangan Siblah Krueng. Rumah ini diperkirakan telah dibangun 500 tahun yang silam. Dalam komplek Rumoh Tgk. Di Awe Geutah ini juga terdapat Mon Kaluet (Sumur Semedi) tempat para ulama dan para santri bersemedi. Tgk. Chik Awe Geutah merupakan ulama besar yang cukup berjasa dalam pengembangan ajaran islam dalam wilayah pase pada khususnya dan Aceh pada umumnya semasa kesultanan Iskandar Muda. • Makam Raja Jeumpa Objek wisata ziarah ini terletak di Desa Geudong Kecamatan Kota Juang.Untuk melakukan ziarah ini dapat ditempuh lewt jalan darat dengan jarak 1 Km dari ibukota Kabupaten • Makam Tgk Dilapan Makam syuhada 8 adalah makam para ulama Aceh yang syahid dalam peperangan. Makam ini terletak di sebelah barat Kota Bireuen sekitar 30 km, tepatnya di Cot Batee Geulungku Kecamatan Simpang Mamplam, berada disisi jalan Medan-Banda Aceh. Makam ini dianggap sakral (keramat) oleh masyarakat sehingga selalu disinggahi pengunjung yang melintasi jalan tersebut. Wisata Air dan Bahari • Pantai Ujong Blang Ujong Blang menjadi salah satu tujuan rekreasi masyarakat, dan selalu ramai dikunjungi diakhir pekan. Pemandangan pantai yang indah menjadi daya tarik pantai ini. Selain itu lokasinya juga tidak terlalu jauh dari pemukiman penduduk. • Pantai Kuala Jeumpa Dipantai ini selain sebagai tempat wisata pengunjung menikmati pemandangan pantai, juga sebagai tempat para nelayan menangkap ikan. Selain itu, jika sesekali nelayan memiliki waktu luang, nelayan dapat menawarkan jasa keliling pantai dengan menggunakan perahu nelayan. • Krueng Simpo Merupakan tempat rekreasi yg banyak dikunjungi, karena panorama sungai yang indah serta pemandangan alam yg mempesona. Selain itu air sungai yang masih sangat jernih dan kondisi lingkungan sekitar yang masih sangat alami • Batee Iliek Merupakan tempat rekreasi ekowisata yang terletak dilintas jalan Negara Medan - Banda Aceh dan terletang di perbatasan Kabupaten Bireuen dan Kabupaten Pidie Jaya. Tidak hanya menjadi tempat rekreasi, lokasi ini juga menjadi tempat persinggahan masyarakat yang melakukan perjalanan lintas Sumatera. Wisata Kuliner Berbeda dengan dengan daerah lainnya di Aceh, Bireuen lebih memiliki keanekaragaman kuliner yang khas dibanding daerah lainnya. Kuliner yang terdapat di Bireuen lebih memiliki ciri yang khas baik dari segi taste (cita rasa), maupun hal yang special lainnya yang tidak dapat ditemukan di daerah lain. Berikut adalah beberapa kuliner yang terdapat di Bireuen : • Kripik Bireuen Warga kabupaten/kota lain yang melintasi Bireuen dipastikan akan singgah di ‘Kota Juang’ itu untuk membeli keripik yang terdiri dari keripik pisang, ubi, dan keripik sukun. Keripik itu sudah menjadi oleh-oleh khas dari Bireuen. Keripik pisang yang diolah dari pisang monyet dan pisang kepok itu disajikan dengan rasa manis dan asin. Sedangkan keripik ubi punya pilihan rasa original, rasa jagung, dan pedas. Sementara keripik sukun digoreng dengan satu rasa yaitu rasa original. Semua jenis keripik itu dijual di kios yang dibangun berderetan di kiri dan kanan jalan mulai dari kawasan Cot Gapu sampai ke Cot Keutapang, Bireuen. KERIPIK pisang dan beberapa jenis makanan ringan lain di Bireuen memang sudah dikenal luas. Namun, kebanyakan usaha kecil belum ditopang modal yang memadai. Sehingga ada usaha yang bertahan satu tahun, kemudian tidak kelihatan lagi. Jadi, pemerintah perlu melestarikan dan mempromosikan makanan khas itu ke luar daerah, dan bila perlu sampai ke luar negeri. Pemerintah juga harus melindungi dan mengawasi produk tersebut agar kualitasnya tetap terjaga dengan baik. • Nagasari Selain aneka keripik, kue nagasari yang diproduksi di Bireuen juga menjadi oleh-oleh khas dari kabupaten itu. Karena itu, tak heran bila di setiap tempat penjualan pasti juga dijual nagasari. Kue nagasari BIreuen sudah terkenal sejak belasan tahun lalu. Kue itu dibuat oleh salah satu keluarga, dan kemudian usaha tersebut diteruskan secara turun temurun. Sekarang, sudah banyak tempat yang menjual nagasari di kawasan Bireuen. • Sate Matang Begitu juga sate Matang yang dijual di Keude Peusangan, rasanya cukup pas. Rasa seperti sekarang harus dipertahankan, karena saat ini banyak muncul sate-sate matang di tempat lain, tapi rasanya memang beda. Bumbu sate di Matang sekarang harus dijaga, sehingga cita rasa tidak berubah. Makanan ini tak bisa lagi sembarang dijual atau ditiru oleh orang luar Aceh. Dengan hak paten itu, makanan khas tanah rencong ini akan tetap berkembang dan terjaga. Disebutkan, harga satu tusuk sate matang sesuai ketetapan semua pedagang di kawasan itu adalah Rp 2.500. Siapa yang melanggar akan dikenakan sanksi atau teguran. Selain di warung tersebut, sate mate juga dijual di hampir seluruh warung di Keude Matanggeulumpang Dua. Bahkan, kuliner asal Bireuen ini sudah dijual di setiap kabupaten/kota di seluruh Aceh, Medan dan bahkan Jakarta. Masih banyak juga makanan – makanan khas lainnya yang ada di Bireuen. Bu Sie Itek Bireuen juga tidak kalah asik. Mengusung konsep street food, Bu sie itek ini merajai jalan – jalan utama Bireuen pada malam hari. Dan kuliner ini sudah go kemana – mana. Selain makanan khas asli Aceh, ada pula makanan lintas etnis. Bireuen memang terkenal dengan banyaknya warga Cina / Tionghoa yang menetap di Bireuen. Karena sudah menetap dan menjadi warga Bireuen cukup lama, terdapat akulturasi budaya di masing – masing kegiatan sosial maupun ekonomi. Yang cukup menarik adalah alkulturasi kuliner. Ada ‘Warkop Tandjung’ yang terkenal dengan kopi saring serta roti bakar selai yang punya cita rasa khas, mie tiaw, dan yang the most fovorite adalah mie pangsit. Dan saat ini, kuliner hasil alkulturasi tersebut sudah bisa kita temui di bagian manapun di Bireuen, tidak hanya di jual oleh etnis Cina / Tionghoa saja. Well, setelah panjang lebar. Dengan optimis saya MENDUKUNG VISIT BIREUEN 2018. Saya hanya bisa mempromosikan. Selebihnya, peran dan dukungan secara sepenuhnya harus dilakukan oleh Pemda Bireuen untuk memaksimumkan upayanya menargetkan Visit Bireuen 2018 ini. Bireuen masih kurang disana – sini, banyak pihak yang masih ragu. Dan merupakan tugas semua masyarakat Bireuen pula untuk meyakinkan setiap keraguan tersebut. Dukungan seluruh masyarakat jelas tak kalah penting. Semua warga Bireuen wajib melestarikan nilai budaya dan warisan alam yang telah di titipkan di Bireuen. Kemudian sebelum Visit Bireuen ini terlaksana, sebaiknya kita semua berbenah dan mempersiapkan diri, mempersiapkan ‘rumah’ kita yang nantinya akan di kunjungi oleh berbagai tamu dari seluruh pelosok negeri. Semoga kearifan lokal tetap terjaga, semoga aman, damai dan bermanfaat bagi semua pihak. Jadi, masih adakah pertanyaan “Mau lihat apa kita jika ke Bireuen?”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar