Kamis, 20 Februari 2014

Saat Kemarau dan Banjir datang di saat yang Bersamaan


          Dalam sepekan terakhir, media memuat informasi mengenai kekeringan yang melanda beberapa daerah di Aceh. Bahkan begitu parahnya kekeringan yang melanda, sehingga di beberapa daerah di Aceh debit air berkurang, lahan persawahan pun kering kerontang nyaris gagal panen, dan perkebunan terbakar. Udara terasa kering dan panas. Di beberapa daerah lainnya bahkan masyarakat harus mencari air hingga ke kaki pegunungan dengan susah payah meski air yang di dapatkan bahkah keruh dan tidak jernih.

          Sebenarnya apa yang sedang terjadi di Aceh, apakah ini (bentuk lain) atas teguran dari Allah swt kepada masyarakat Aceh?

          Lain di Aceh, lain pula di Pulau Jawa. Saat daerah Aceh sedang dilanda kekeringan dan panas luar biasa. Di daerah Jawa malah lain cerita. Daerah Jawa malah dilanda hujan lebat tidak henti – hentinya hingga debet air disungai meningkat drastis dan menyebabkan banjir disebagian besar daerah pulau Jawa. Mengapa hal ini bisa terjadi? Aceh sebenarnya sedang berada di permulaan dari musim kemarau. Beberapa daerah di Aceh sudah merasakan kekeringan selama beberapa minggu, dan ada yang sudah merasakannya sejak bulan Desember, terutama mereka yang berada di wilayah pantai barat dan selatan Aceh.

          Siklus ini, terjadi karena adanya gerakan matahari sepanjang tahun dari Garis Balik Utara (di 23,5 derajat Utara, tanggal 21 Juni) ke Garis Balik Selatan (di 23,5 derajat Selatan, tanggal 23 September) dan sebaliknya. Gerakan ini menghasilkan muslim hujan dan musim kemarau yang bergilir di belahan bumi selatan dan utara. Dari bulan Oktober hingga Maret, matahari berada di belahan bumi selatan sehingga belahan bumi selatan mendapat lebih banyak hujan dan belahan bumi utara mengalami musim kering. Sementara itu, dari bulan April hingga September, matahari berada di belahan bumi utara sehingga belahan bumi utara mendapat banyak hujan dan belahan bumi selatan mendapat musim kering. (wikipedia.org)

Secara teori Aceh mendapat curah hujan pada bulan Oktober-November dan April-Mei yaitu saat matahari melintas di atas wilayah Aceh. Kekeringan yang melanda Aceh di bulan Januari dan Februari ini, karena Aceh berada di belahan bumi utara. Penguapan yang terjadi di Aceh selama Januari dan Februari lebih banyak dibawa ke selatan oleh angin, untuk membentuk awan-awan hujan di atas wilayah Jawa dan Sumatera Selatan. Oleh sebab itulah pada saat kita mengalami kemarau dan kekeringan, saudara kita di Pulau Jawa justru kebanjiran.

Siklus tersebut seyogyanya memang rutin terjadi setiap tahunnya. Tetapi mengapa kemarau tahun ini sangat terasa terjadi begitu lamanya? Mengapa kekeringan terjadi hingga sumber air bebenar – benar kering?

Hal inilah yang kemudian sebenarnya menjadi masalah. Tanah di sebagian daerah Aceh sudah tidak memiliki kemampuan untuk menahan air. Air yang turun sebagai hujan di musim penghujan, langsung teraliri sungai dan dibawa langsung ke laut, tidak banyak air yang ditampung oleh tanah. Berkurangnya kemampuan tanah dalam menampung debit air disebabkan oleh tidak tersedianya lagi tumbuhan dan pepohonan yang mampu menyerap air untuk disimpan didalam tanah. Laju deforestasi hutan yang sangat tinggi, dan pola pertanian yang tidak lagi mempertimbangkan aspek ekologi dan lingkungan, telah menyebabkan sebagian besar air hujan hanya terbuang ke laut.

Ternyata, kasus serupa tidak hanya menyebabkan banjir bandang dan tanah longsor, ternyata kemarau berkepanjangan juga disebabkan oleh kurangnya kesadaran kita akan pentingnya menjaga dan melestarikan lingkungan.

Selanjutnya pilihan ada ditangan kita. Masihkah kita mau kemarau dan banjir datang di saat yang bersamaan?















2 komentar:

  1. Musibah dan teguran di tanah air ini, Aceh juga tidak luput dengan kepulan kabut asap dan kemarau panjang.

    BalasHapus
  2. Semoga kita dapat mengambil hikmah dari setiap musibah. Semoga kita lebih banyak bersyukur. Semoga kita dapat belajar untuk dapat lebih menghargai alam :)

    BalasHapus