Jagong Jeget merupakan salah satu
kecamatan dari Kabupaten Aceh Tengah, Propinsi Aceh, jagong Jeget merupakan
kecamatan paling ujung Kabupaten Aceh Tengah yang berbatasan langsung dengan
Kecamatan Beutong, Kabupaten Nagan Raya. Jagong Jeget berada di ketinggian 1500
mdpl, sehingga membuat daerah ini sangat dingin. Suhu terendah dapat mencapai
14 derjat celcius.
Jeget
Ayu merupakan ibukota kecamatan Jagong Jeget, desa ini merupakan desa terluas,
dengan luas secara keseluruhan yaitu 24 km2, masing-masing 13,25 km2 luas
kampung dan 10,75 km2 luas perkebunan. Terdiri dari 5 dusun, yaitu Dusun Tambak
Sari, Wih Empan, Suka Maju, Suka Makmur, dan Gedum Malik.
Wilayah Jeget Ayu secara umum
memiliki ciri geologis berupa dataran tinggi,
lahan perkebunan, ladang yang sangat cocok untuk tanaman jenis palawija
dan buah-buahan, dan juga tambak-tambak ikan air tawar yang dibangun di depan
rumah warga,sebagian besar masyarakat Jeget Ayu adalah petani kopi yang
kesehariannya menghabiskan waktu di kebun, para pedagang yang mendiami pasar
yang umumnya merupakan pendatang, dan hanya sebagian kecil yang bekerja di
instansi pemerintah.
Kampung Jeget Ayu memiliki
fasilitas dan sarana publik lengkap, ini dikarenakan kampung ini berada di
pusat kecamatan, fasilitas yang dimiliki antara lain sekolah antara lain PAUD,
TK, RA, MIN, SD, MTsN, SMP, SMA dan SMK. Fasilitas lain seperti Kantor
Kecamatan, Balai penyuluhan pertanian, Puskesmas kecamatan, Danramil, PLN, Bang
BRI dan Bank Aceh, Balai Desa, Polindes, mesjid dan musalla di setiap dusunnya.
Sejarah Awal
Kecamatan
Jagong Jeget pada mulanya adalah Desa Transmigran. Pada tahun 1982, warga dari
pulau Jawa didatangkan ke Desa Jagong (saat itu masih bergabung bersama Isaq).
Masyarakat yang di sebut Transmigran bertransmigrasi dan dikirimkan resmi oleh
Pemerintahan Indonesia pada saat itu. Oleh sebab itu lah higga saat ini,
penduduk Jagong 80 persen diantaranya merupakan penduduk suku Jawa.
Menurut
cerita warga tetua. Pada awal dikirim menjadi transmigran ke Jagong, mereka
hanya bermodalkan uang pas – pasan. Tidak membawa apa – apa. Setibanya di
Jagong yang saat itu masih berupa hutan yang sangat lebat, mereka hanya
diberikan sepetak tanah dan rumah sebagai modal awal. Saat itu, makanan dan
kebutuhan lainnya masih dijatahi oleh Perusahaan yang menjadi devloper desa.
Masyarakat Transmigrasi benar – benar memulai usahanya dalam hal pembangunan
desa mulai dari ).
Awalnya,
Jagong adalah salah satu desa di bawah kecamatan Isaq. Kemudian Desa tersebut
terbagi menjadi 4 Dusun, salah satunya Dusun Jeget Ayu. Kemuadian seiring
dengan perkebangan masyarakat desa, akhirnya Jagong terpisah dari Isaq dan
membentuk Kecamatan sendiri.
Pada
masa sebelum konflik Aceh berkecamuk. Kecamatan Jagong Jeget merupakan salah
satu daerah penghasil kopi terbesar di Aceh. Pada masa itu kopi yang dihasilkan
tidak hanya dipasarkan di wilayah Indonesia saja, tetapi sampai ke manca
negara. Pada saat itu pula, transaksi perdagangan biji kopi mencapai Rp 250
Juta – Rp 500 Juta per harinya. Namun, karena konflik, ruang gerak masyarakat
desa menjadi lebih sempit, petani yang merupakan suku Jawa banyak yang pulang
kampung, perkebunan kopi tidak dipedulikan lagi, akhirnya geliat perdagangan
kopi menjadi memudar.
Meski
sudah berpuluh tahun tinggal di tanah Aceh. Masyarakat Transmigrasi tidak
meninggalkan nilai – nilai budaya dan kearifan lokal kampung halaman mereka.
Masyarakat masih tetap melestarikan budaya Jawa meski mereka tidak lagi berada
di kampung halaman mereka. Bahkan yang menarik adalah, masyarakat masih
menggunakan Bahasa Jawa sebagai bahasa komunikasi sehari – hari. Sampai –
sampai kami yang KKN di sana seperti sedang berada di desa – desa umumnya di
pulau Jawa.
Hal ini
lah yang kemudian menjadi menarik bagi saya, tinggal dan menetap di daerah yang
sebelumnya – bahkan namanya saja belum pernah saya dengar. Hal yang paling
membekas adalah pada saat mengetahui jika 80 persen masyarakatnya adalah
penduduk Jawa. Meski berada di dataran tinggi Gayo, masyarakat Desa tidak
sedikitpun menggunakan bahasa Gayo dalam komunikasi sehari hari. Kecuali jika
memang masyarakat adalah pendatang dari Gayo.
Tidak
hanya dari segi bahasa, tata cara, budaya, dan kearifan lokalpun benar – benar mencirikan
masyarakat suku Jawa pada umumnya. Jika di Aceh ceramah Maulid disampaikan
dengan menggunakan Bahasa Aceh – Indonesia, di Jagong, Ceramah disampaikan
dengan menggunakan bahasa Jawa – Indonesia. Selain itu, mulai dari acara
pernikahan, shalawatan, pengajian, rebana, penyelenggaraan Maulid semuanya
dilaksanakan dengan ciri khas Jawa.
Menarik,
saat mengetahui ternyata didataran
tinggi Gayo, ada sebuah Desa (yang mungkin) adalah serpihan Pulau Jawa yang
terdampar, di Aceh.
Demikianlah
sedikit cerita mengenai sejarah desa Jeget Ayu yang merupakan cikal bakal
Kecamatan Jagong Jeget J
(Artikel ini juga dipublish di
blog http://kkn-unsyiah-jegetayuacehtengah.blogspot.com
)
Coba alihkan dengan tampilan blog lainnya, ini agak gimana gitu. Susahnya bacanya :D
BalasHapusiya. terimakasih sarannya. jangankan orang yang baca, saya sendiri aja bingung --"
BalasHapus